KSP: Terlalu berlebihan untuk berpikir bahwa KUHP membungkam demokrasi
Pengesahan RKUHP dianggap sejalan dengan aspirasi masyarakat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan KUHP tidak dimaksudkan untuk menjadi alat kekuasaan pemerintah saat ini untuk membungkam demokrasi. KUHP justru merupakan sintesa pengalaman dan harapan demokrasi di masa depan.
“KUHP tidak akan mendiamkan demokrasi. Rumusan KUHP tentang kebebasan berekspresi merupakan cerminan dari pengalaman kita di masa lalu dalam berdemokrasi dan harapan akan demokrasi yang beradab di masa depan kata Pakar Kepala Kantor Staf Presiden Sigit Pamungkas dalam siaran pers di Jakarta Jumat.
Mantan anggota KPU itu mengatakan, kebebasan berekspresi saat ini dalam situasi yang berbeda dari sebelumnya. Karena itu, menurutnya proses pembaruan dan pengesahan RKUHP sejalan dengan aspirasi publik dan mekanisme demokrasi yang ada.
“Dulu, kebebasan berekspresi dibatasi oleh kontrol atas partai, masyarakat sipil, dan media. Saat ini, pilar-pilar demokrasi ini bebas menyampaikan aspirasinya. Parlemen juga terbuka untuk umum. Mekanisme pemilu rutin juga supremasi borjuis adalah dijamin. Jadi opininya terlalu besar. KUHP membunuh demokrasi,” ujarnya.
KUHP baru yang merupakan “surplus” dari Presiden Joko Widodo ini akan berlaku selama tiga tahun ke depan. Selama masa transisi ini, pemerintah akan terus memberikan informasi kepada masyarakat kepada aparat penegak hukum tentang pasal-pasal yang dimasukkan dalam KUHP baru.
Sementara itu, dari sisi geopolitik, Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto sebelumnya mengingatkan bahwa pengesahan KUHP merupakan bentuk penguatan otonomi strategis Indonesia.
Dalam pandangannya, keinginan Indonesia untuk mengadopsi paradigma peradilan pidana modern yang meliputi corrective justice, restorative justice dan rehabilitative justice harus menjadi prioritas baru dalam membangun kerjasama dengan negara lain.
Kepentingan nasional, kata dia, untuk menjaga iklim demokrasi dan dapat diterjemahkan dalam sikap Indonesia dalam hubungan luar negeri.
“Dengan disahkannya KUHP, kebutuhan Indonesia untuk menjaga pilar demokrasi di tengah tren global politik identitas, ujaran kebencian dan politik hoaks harus menjadi acuan utama dalam praktik diplomasi Indonesia,” ujarnya.
sumber: Antara
Source: news.google.com