Keluarga korban kecewa dengan proses hukum tragedi Kanjuruhan - informasi
Olahraga

Keluarga korban kecewa dengan proses hukum tragedi Kanjuruhan

JawaPos.com –Keluarga korban tragedi tumlek bleg Kanjuruhan tadi malam. Mereka berkumpul di pintu VIP Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang.

Mereka kompak memakai baju muslim, sholat berjamaah. Dipimpin oleh Habib Jamal bin Thoha Ba’agil. Acara tersebut digelar untuk memperingati 100 tahun Tragedi Kanjuruhan.

Ini adalah upaya terakhir kami. Kegiatan seperti ini bertujuan untuk mengetuk pintu surga. Semoga semua pihak bisa jujur ​​dan transparan atas tragedi ini,” kata Dian Berdinandri, koordinator Tim Gabungan (TGA) Aremania.

Salah satu keluarga korban, Novi Setianingsih, mengaku kecewa. ”Bagaimana prosedur hukumnya? Setelah 100 hari tidak ada kejelasan. Itu semakin tidak terlihat,” kata wanita yang kehilangan saudara perempuannya.

Pengacara keluarga korban, Anjarnawan Yusky, juga bingung. Saat ini, kasus Kanjuruhan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

“Ada lima tersangka yang sudah dilimpahkan. Namun kabarnya hingga saat ini belum terdaftar di Pengadilan Negeri Surabaya. Yang jelas kami keberatan dengan semua berkas itu,” kata Anjarnawan Jawa Pos.

Ia menyayangkan pasal yang dikenakan pada tersangka. Yakni hanya pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian.

Bahkan, banyak pasal yang berlaku telah diberlakukan. Mulai dari niat, pelecehan, hingga kekerasan terhadap anak,” jelasnya.

Anjarnawan punya alasan untuk artikel ini. “Karena jelas gas air mata ditembakkan ke tribun, gas air mata sengaja ditembakkan,” jelasnya.

Ia juga bersedia mengajukan saksi baru di pengadilan nanti. “Ada beberapa saksi. Ada yang melihat gas air mata ditembakkan langsung ke tribun penonton. Kami akan berada di sana untuk memberikan informasi segera,” jelasnya.

Dia memastikan akan mengawal proses peradilan. Suka atau tidak suka, kita perlu dibimbing. Kami akan memaparkan fakta di persidangan Kanjuruhan,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan keluarga korban kerusuhan Stadion Kanjuruhan dan tokoh Aremania berkunjung ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP) kemarin. Mereka meminta agar proses pencarian keadilan bagi 135 korban meninggal tersebut menemukan titik terang.

Bertemu dengan mereka, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan akan segera mengundang Kejaksaan Agung dan kepolisian dalam rapat koordinasi lanjutan proses peradilan dalam peristiwa kerusuhan yang merenggut 135 nyawa itu.

“Saya sendiri yang akan memimpin rapat nanti,” kata Moeldoko di gedung Bina Graha.

Moeldoko pun mengapresiasi kedatangan keluarga korban dan tokoh Aremania ke KSP untuk memberikan masukan kepada pemerintah. “KSP akan mencari cara untuk mendukung perjuangan korban dan keluarganya untuk mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Tim kuasa hukum Arema Djoko Tritjahjana mengatakan, pihaknya bertemu dengan Moeldoko karena upaya mencari keadilan dari beberapa pihak terus menemui jalan buntu. Dia juga ingin KSP bisa mendukung laporan versi korban dan keluarga.

“Saat ini berjalan di ruang sidang merupakan kasus model A yang ditemukan polisi,” ujarnya.

Djoko prihatin karena kasus yang sudah berjalan lebih dari dua bulan ini tidak menunjukkan perkembangan berarti. Ini hanya proses penelitian dan belum penelitian. Ia ingin temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menjadi rekomendasi dalam pemeriksaan.

“Jadi bukan sekedar membuat rekomendasi, tapi tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.

Imam Hidayat, Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan, dalam kesempatan yang sama mengatakan penanganan kasus kerusuhan stadion Kanjuruhan tidak serius. Dia menyebutnya hanya gemuruh dan penuh teknik.

“Kami minta Pak Moeldoko dan Presiden Joko Widodo mengeluarkan aturan penyidikan mandiri di luar Polri. Polisi sudah tidak obyektif lagi,” katanya.

Pendeta itu ingin aktor yang memerintahkan penembakan gas air mata ke tribun terbuka. Dia mengapresiasi semangat Moeldoko yang berjanji akan memanggil polisi dan Kejaksaan Agung.

Hal ini diharapkan dapat memberikan kejelasan atas masalah ini. “Para eksekutornya sampai hari ini belum diperiksa. Ada apa, tolong dijawab,” kata imam.

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berjalan lancar. Selain itu, restitusi atau kompensasi diberikan kepada korban.

“Walaupun kematian tidak bisa diganti dengan satu rupiah, namun restitusi ini dapat memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarganya,” ujar Wakil Ketua LPSK Antonius Wibowo.

Editor: Ainur Rohman

Reporter: gus/lyn/c17/ali

Source: www.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button