"Jika Anda bertekad menjadi presiden, Sandiaga harus segera mundur dari Gerindra" - informasi
Politik

“Jika Anda bertekad menjadi presiden, Sandiaga harus segera mundur dari Gerindra”

Pengamat mendesak Sandiaga segera keluar dari Gerindra jika ingin mengambil alih kursi kepresidenan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kabar PPP membuka pintu bagi politikus Gerindra Sandiaga Uno untuk masuk dan diajukan sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) menuai tanggapan para pakar politik. Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai sangat tidak relevan Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif bergabung dengan PPP.

Menurut Umam, Partai Gerindra merupakan mesin politik yang dirancang untuk memfasilitasi agenda kepentingan Prabowo Subiyanto. Desain organisasi partai cenderung sentralistik dan lebih menunjukkan corak ‘demokrasi terpimpin’.

Akibatnya, kata dia, praktis tidak ada persaingan internal untuk mendapatkan mandat partai sebagai capres Gerindra. Gelar capres Gerindra otomatis melekat pada Prabowo, sehingga ingin regenerasi tepat waktu.

“Dalam konteks ini, wacana capres Sandiaga melalui Gerindra tidak relevan,” kata Umam kepada wartawan, Kamis (5/1/2023).

Sebab, lanjutnya, Sandiaga belum memiliki kapasitas dan ruang untuk bermanuver di kandang Gerindra ini. Utamanya untuk menggalang kekuatan dan merebut kepemimpinan Gerindra dari tangan Prabowo.

Artinya, dalam konteks pilpres, ekspektasi tertinggi Sandiaga kepada Gerindra akan berhenti di posisi cawapres untuk bergabung dengan Prabowo, seperti yang terjadi pada pilpres 2019 lalu.

Meski Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs itu menegaskan, peluang Sandiaga menjadi cawapres Gerindra di Pilpres 2024 masih terbuka. Dia mencatat, selama Sandiaga masih bisa menggalang dan mengkonsolidasikan partai pendukung untuk memenuhi target 20 persen ambang presiden.

“Dari sisi jaringan dan logistik, Sandiaga yang saat ini berada di pemerintahan tampaknya mampu mengkonsolidasikan sel pendukungnya dengan memenuhi pengaturan kompensasi dan transaksional,” jelasnya.

Namun, pengalaman Pilpres 2019 rupanya menyisakan beberapa catatan tersendiri. Diantaranya adalah komitmen Sandiaga di mata mantan partai mitra koalisi seperti PKS, PAN, Demokrat dan Gerindra sendiri. Oleh karena itu, menurutnya, perlu upaya lebih untuk meyakinkan mereka agar kembali mendukung Sandiaga pada Pilpres 2024 mendatang.

Oleh karena itu, Umam merasa Sandiaga tampaknya telah mengantisipasi situasi tersebut dengan mendekati partai politik yang membutuhkan “makanan politik”. Hal ini menciptakan ruang negosiasi antara Sandiaga dan elite partai melalui skema kompensasi yang proporsional.

“Salah satu pihak yang didekati Sandiaga adalah PPP yang saat ini membutuhkan dukungan logistik yang sangat besar untuk bertahan sebagai partai Senayan,” jelasnya.

Di sisi lain, menurutnya Sandiaga membutuhkan PPP sebagai kendaraan politik untuk bargaining position pada Pilpres 2024 mendatang. Dalam praktiknya, Sandiaga dan PPP tidak memiliki titik temu ideologis dan basis pemilih yang sama. Keduanya lebih dipertemukan oleh kepentingan politik praktis yang memang perhitungan pragmatis.

Jika PPP diambil alih oleh Sandiaga, besar kemungkinan akan digunakan untuk meningkatkannya lagi posisi tawar di hadapan calon presiden lainnya, tak terkecuali Prabowo.

Calon presiden diharapkan bekerja sama dengan Sandiaga sebagai calon wakil presiden. Namun, jika harapan itu disematkan kepada Prabowo, pasangan Prabowo-Sandi tidak lagi relevan untuk Pilpres 2024.

“Narasi anti pemerintah sudah tidak relevan karena keduanya menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi. Kalau mau cerita sustainability, Prabowo-Sandi adalah nama terdepan yang menyuarakan perubahan di Pilpres 2019 yang dianggap menimbulkan inkonsistensi,” jelasnya.

Karena itu, Umam menegaskan, jika Sandi memang ingin istikomah di Gerindra, sebaiknya ikuti kesusilaan politik dan agenda perjuangan Gerindra untuk sukseskan Prabowo sebagai presiden RI.

Namun, jika Sandiaga lebih mementingkan agendanya sendiri menjadi presiden atau cawapres dengan menggunakan kendaraan partai lain, ia mengingatkan Sandiaga sebaiknya mundur dari Gerindra secepatnya.

“Atau Gerindra segera mengambil sikap tegas untuk menertibkan atau menghentikan manuver oknum-oknum politik yang tidak sejalan dengan pimpinan partai yang sudah mapan,” katanya.

Dalam konteks hubungan Sandiaga dengan Gerindra, Umam melihat, praktis tidak ada garis loyalitas yang nyata. Loyalitas Sandiaga kepada Gerindra lebih ditentukan oleh kalkulasi politik cost-benefit yang dinamis. Jika Gerindra bisa memberikan rasa aman dan nyaman secara politik dan ekonomi, Sandiaga akan tetap bersama Gerindra.

“Namun, jika ada peluang lebih besar dari pihak luar, kemungkinan Sandiaga akan segera berpisah,” imbuhnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button